George, petugas hotel yang menerima mereka, terpaku sejenak tak tahu menjawab apa. Semua kamar di hotel itu telah terisi. Seandainya pun masih ada yang kosong, tak ada kewajiban bagi hotel menyediakan kamar bagi tamunya yang datang tiba-tiba tanpa melakukan reservasi.
George melihat ke luar, menyaksikan malam yang kian pekat dan hujan yang kian lebat. Ia arahkan lagi pandangannya pada pasangan yang kelelahan itu. Berapakah usia mereka, dan akankah mereka sanggup menembus malam yang basah ini, mencari hotel lain yang belum tentu pula tersedia kamar bagi mereka?
Segera George punya ide. Dengan senyum ia berkata kepada pasangan yang tampak tua itu: “Bapak dan Ibu. Malam ini tidak ada lagi kamar yang kosong di hotel ini, Tetapi jika sudi menunggu, saya akan mencoba melakukan apa yang bisa saya lakukan.”
“Bob, tolong bersihkan dan rapihkan kamarku. Buatlah ia jadi kamar yang resik dan nyaman ditempati. Ada pasangan orang tua yang akan beristirahat di sana malam ini.” Kata George saat menemui koleganya.
Dalam 15 menit kamar itu sudah siap. George kemudian membimbing pasangan itu memasuki kamarnya. “Saya punya sebuah kamar yang tentu saja bukan kamar terbaik di hotel ini. Tetapi saya berharap Anda bisa merasa nyaman. Anggap saja ini rumah senidiri dan saya akan menyediakan teh panas untuk Anda berdua sebelum beristirahat,” kata George.
****
Tentu akan pelayan prima acapkali datang bukan pada saat kita siap. Justru sebaliknya, ia muncul pada saat tak terduga; ketika malam dengan hujan yang lebat, ketika semua kamar telah terisi, dan ketika dihadapkan pada pilihan mengedepankan peraturan baku atau membantu memberi jalan keluar bagi pelanggan yang sangat membutuhkan.
Itulah sebabnya, kredo Etos 8: kerja adalah pelayanan; aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati, mensyaratkan penghayatan yang bersifat transendental. Maksudnya, kerja seyogianya dimaknai melampaui pengertiannya yang lazim, melewati maknanya yang biasa: dari kerja sebagai kegiatan mencari nafkah belaka menjadi aktivitas yang memberi kegembiraan, menyediakan penghargaan, dan menyajikan kemuliaan kepada mereka yang menikmati layanan tersebut.
Penghayatan “kerja adalah pelayanan” ditandai dengan kemampuan menyelami dan berempati pada apa diinginkan konsumen layanan itu. Itulah yang memampukan George menemukan jalan keluar yang tidak lazim. Malam pekat, hujan lebat, dan kamar habis, bagi George memicu pikirannya untuk berbuat hal yang melampaui apa yang biasanya ia kerjakan.
Yang menyenangkan dari kisah ini adalah, tidak seperti yang dipikirkan kebanyakan orang, bahwa hal mulia seperti ini hanya ada dalam dongeng. Kisah George diatas sama sekali bukan fiktif. George benar-benar pernah ada, sama seperti pasangan uzur itu adalah nyata. Mereka bahkan figur terkenal: Tuan dan Nyonya John Jacob Astor, usahawan kaya raya Amerika Serikat pada akhir abad 18.
Bertahun tahun setelah kejadian malam kehujanan itu, di New York dibangun sebuah hotel bernama Waldorf Astoria. Ketika para eksekutif menyarankan memasang iklan di koran untuk mencari manajer bagi hotel baru tersebut, sang pemilik hotel menolak. “Tidak perlu beriklan sebab sudah ada calon manajer bagi hotelku.” Calon tunggal itu adalah George. Dan pemilik hotel itu adalah John Jacob Astor, orang yang pernah terdampar di sebuah hotel yang kamarnya terisi penuh di suatu malam pekat yang berhujan.
Semoga bermanfaat :)